Kabupaten Tasikmalaya – Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung menjadi tuan rumah Peringtan PRB (Pengurangan Risiko Bencana) 2019. Berbagai kegiatan tersaji dengan antusias pengunjung dari berbagai daerah seluruh Indonesia. Seminar, pameran & kegiatan edukasi lain mewarna rangkaian kegiatan bulan PRB 2019.
Pada rangakaian bulan PRB juga dilanjut dengan rakornas forum PRB II 2019. Rakornas berlangsung pada 13-15 Oktober, mengawali acara dibuka oleh kepala BNPB Jend. Doni Monardo dan seklaligus menjadi keynote speech, dan digemakan dengan gemuruh Indonesia Raya & mars tangguh. Rakornas dihadiri utusan 25 Provinsi da 76 Kota/Kabupaten.
Rakornas PRB II mengusung tema “Peran para pihak dalam investasi pengurangan risiko bencana untuk membangun ketangguhan”. Dalam kegiatan ini pula diberikan penghargaan kepada kepala daerah yang berkontribusi dan berkomitmen dalam upaya-upaya pengurangan risiko bencana.
Kepala daerah yang menerima penghargaan adalah Gunernur Kep. Bangka belitung, Walikota langsa, walikota Ambon dan Kab.Manokwari. Kemudian acara dilanjut bersama-sama mengikuti acara penggalangan dana & lelang untuk saudara kita yang terkena musibah di Maluku. Sangat istimewa dana yang terkumpul pada malam itu sebesar 2.015.000.000 (Dua Milyar Lima belas juta rupiah). Hasil rempug iuran semua yang hadir, dari bnpb, gubernur kepulaun bangka belitung, para kepala daerah yang hadir, pengusaha dan seluruh yang hadir, tentu ini menjadi kebahagiaan tersendiri ditengah kesedihan dan cucuran airmata, ada kucuran tali asih dari sesama anak bangsa. Inilah yang menjadi ciri utama warga Indonesia, gotong royong sebagai adat budaya jati diri bangsa.
Edi Bukhori yang mewakili FPRB Kab. Tasikmalaya yang hadir pada rakornas. Rakornas PRB II 2019, menghasilkan 10 rekomendasi Upaya pengurangan risiko bencana 2020 – 2024, untuk segera melaksanakan pembangunan yang peka terhadap risiko bencana dan meningkatkan investasi pengurangan risiko yang terpadu dan menyeluruh di tingkat masing-masing.
Upaya tersebut dituangkan dalam bentuk rencana strategi dan aksi, yakni pertama, penguatan data, informasi, dan literasi bencana, termasuk melalui penyusunan atau pemutakhiran dokumen kajian risiko bencana (KRB) yang inklusif dan pengembangan program-program komunikasi, informasi, dan edukasi rawan bencana.
Kedua, penguatan sistem, regulasi, dan tata kelola bencana, termasuk melalui pemanfaatan hasil-hasil kajian saintifik dan kearifan lokal.
Ketiga, peningkatan sumber daya manusia, sarana-prasarana, dan logistik kebencanaan, terutama melalui penguatan kelembagaan BPBD dan desa/kelurahan.
Keempat, Integrasi kerjasama kebijakan dan penataan ruang berbasis risiko bencana melalui penguatan perangkat penataan ruang dan regulasi terkait, berikut penegakannya.
Kelima, penguatan penanganan darurat bencana termasuk melalui percepatan implementasi, standar pelayanan minimum penanggulangan bencana dan program kesiapsiagaan bencana berbasis keluarga.
Keenam, kerangka kerja (prabencana) atau pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi (pascabencana) di daerah terdampak bencana, terutama melalui program-program pengurangan risiko bencana komunitas berbasis penghidupan (livelihoods) di daerah rawan bencana dan pemulihan pascabencana yang berorientasi pada pemulihan penghidupan masyarakat.
Ketujuh, penguatan sistem mitigasi multi ancaman bencana terpadu terutama yang memberikan perlindungan bencana secara langsung pada masyarakat yang tinggal di desa dan kelurahan rawan bencana.
Kedelapan, Pendanaan yang memadai termasuk melalui pengembangan mekanisme-mekanisme pendanaan inovatif dan kerjasama dengan lembaga usaha.
Kesembilan, restorasi dan perlindungan ekosistem alami serta area penyangga untuk meningkatkan fungsi perlindungan dan pengurangan risiko, serta fungsi pendukung penghidupan masyarakat yang disediakan ekosistem.
Kesepuluh, pembangunan ketangguhan infrastruktur (layanan dasar dan tanggap darurat), terutama yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, seperti hunian, sekolah, sarana kesehatan, pasar, tempat ibadah, kantor, dan objek-objek vital lainnya.
“Itulah garis besar rencana strategi dan aksi dlam upaya pengurangan risiko bencana tahun 2020 – 2024,” ujarnya.
Rincian kerangka strategi/aksi ini akan diberikan pada seluruh daerah, agar rekomendasi ini diwujudkan dengan menjunjung tinggi kesetiakawanan, perspektif gender dan inklusi.
“Dengan pendekatan pentahelix di mana akademisi, pengusaha, pemerintah, komunitas atau masyarakat dan media turut berperan dalam setiap aksi pengurangan risiko bencana,” ujarnya Kepada Tasikraya
(ijul/tasikraya)