Maraknya Politik Uang di Tasikmalaya, Ancaman Bagi Demokrasi

  • Bagikan
banner 468x60

Tasikmalaya-Pemilu adalah salah satu pilar utama dalam system demokrasi di mana rakyat memiliki kesempatan untuk memilih wakil mereka dalam pemerintahan. Pemilu sejatinya adalah pesta demokrasi bagi rakyat Indonesia, sebuah hajatan yang merupakan puncak perwujudan dari kehidupan berdemokrasi, dalam pemilu rakyat memberikan mandat kepada para calon pemimpinnya atau kepada calon wakilnya.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, fenomena politik uang telah merusak integritas pemilu dan mengancam prinsip dasar demokrasi, praktik politik uang semakin hari semakin massif, bahkan menjadi strategi utama bagi para calon dalam memenangkan pemilihan.

Politik uang dalam pemilu merujuk pada praktik memberikan uang kepada pemilih atau calon pemilih dalam upaya untuk memengaruhi hasil pemilihan. Ini bisa dilakukan melalui berbagai cara, seperti memberikan uang tunai, barang-barang, atau janji-janji untuk mendapatkan suara.

Praktik politik uang merupakan pelanggaran etika dan hukum, karena merusak proses demokrasi dan mengorbankan integritas pemilihan. Hal ini dapat memengaruhi keputusan pemilih secara tidak adil, menyebabkan calon yang sebenarnya lebih berkualitas kalah dalam pemilihan, dan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap sistem politik.

Upaya untuk memerangi politik uang dalam pemilu sering melibatkan regulasi yang ketat, pemantauan pemilihan, dan hukuman yang tegas bagi pelanggar. Selain itu, pendidikan politik yang lebih baik dan kesadaran masyarakat tentang bahaya politik uang juga dapat membantu mengurangi praktik ini.

Namun sayangnya, upaya memerangi politik uang di Tasikmalaya tidak semassif praktik politik uangnya, pengawasan dari Bawaslu selaku yang punya kewengangan sangat lemah, para pengawas pemilu tidak serius melakukan pencegahan dan penindakan terhadap praktik politik uang yang marak di depan mata, seolah politik uang menjadi hal yang lumrah bahkan cenderung legal.

Setali tiga uang dengan penyelenggara Pemilu lainnya yaitu KPU, yang sangat lemah dalam memberikan edukasi politik kepada Masyarakat, sosialisasi-sosialisasi yang dilakukan oleh KPU dan perangkat di bawahnya kepada masyarakat sangat jarang terjadi, dan itupun tidak pernah menyentuh hal-hal substansial, sehingga Masyarakat tidak pernah teredukasi dalam hal bagaimana menciptakan pemilu yang berkualitas dan berintegritas.

Para penyelenggara pemilu tampaknya lebih sibuk bimtek-bimtek di hotel-hotel mewah di Tasikmalaya, sehingga melupakan tugas utamanya untuk menciptakan pemilu yang berkualitas dan berintegritas.

 

Tete Shihabudin

Koordinator Jaringan Pemantau Pemilu Independen (JPPI) Tasikmalaya

banner
  • Bagikan