Demi Sebuah Ambisi Pengembang Aset Daerah Dibongkar Tanpa Musyawarah

  • Bagikan
banner 468x60

Kabupaten Tasikmalaya, tasikraya.com-
Demi sebuah ambisi Aset Daerah Tugu Desa Sukaraharja, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya dibongkar tanpa Musyawarah.

Sebuah Tugu Batas Desa Sukaraharja-Desa Jatihurip, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya dihancurkan oleh pihak Pengembang PT UMI.

Pembongkaran Tugu Desa Sukaraharja itu tanpa ada Musyawarah dengan pihak Pemerintah Desa (Pemdes) terjadi pada Rabu, (7/5/2025).

Batas antara dua Desa itu hanya disisakan sebuah tulisan ‘Batas Ds Sukaraharja Kec. Cisayong Kab. Tasikmalaya Makarya Mawaraharja.

Salah satu warga Desa Sukaraharja, Ayi Ali ia tak terima selaku warga asli Sukaraharja bahwa Tugu Batas Desa dihancurkan tanpa koordinasi.

“Saya tidak suka dengan arogansi, sebenarnya.”Tegas Ayi Ali pada tasikraya.com, Jumat (9/5/2025).

Pada intinya, kata Ayi Ali, Tugu itu merupakan identitas kewilayahan, “Jika saya diam berarti tidak ada penduduk di wilayah.”Tuturnya.

“Bae ari batur arek caricing mah, urang warga pribumi warga masyarakat Desa setempat anu lumrah mereun ketika urang ngabela identitas urang.”Jelas dia.

Sementara itu, Farid Jaelani, S.Kom selaku Kepala Desa Sukaraharja sendiri sudah memberikan masukan kepada Pengembang untuk bermusyawarah terlebih dahulu bersama Pemerintah Desa.

“Kami sudah menyampaikan beberapa kali pada pihak PT UMI untuk bermusyawarah terkait Batas Desa. Namun, diabaikan.”Cetusnya.

Berbeda hanya, Camat Cisayong, Ayi Mulyana Herniwan, SE., M.Si mengatakan kejadian pembongkaran Batas Desa Sukaraharja itu menyalahi aturan.

“Menyalahi aturan, ada regulasi yang mengatur itu legal standing tentang batas. Intinya tentang kejadian yang terjadi pengrusakan Batas Wilayah Hukum Pemerintahan Desa Sukaraharja dengan Desa Jatihurip seharusnya bisa koordinasi dulu sebelum terjadi pembongkaran.”Ucapnya.

Menurutnya, Batas Desa itu menunjukan dan menentukan Batas Pemerintahan dan Wilayah Hukum.

“Itu merupakan aset, perlu diketahui dua belah pihak Desa. Jangan sampai melanggar regulasi perundang-undangan jangan sampai tidak tau menau pihak Pemerintah Desa. Dan tidak ada pemberitahuan juga kepada pihak Kecamatan.”Bebernya.

Selanjutnya, tolonglah pihak Perusahaan (PT Usaha Mandiri Idrisiyyah) agar bisa bersinergi, apa-apa yang dilakukan untuk menjaga kondusifitas keamanan, egosentris Perusahaan tersebut. Bagaimana menjaga kondusifitas keamanan di lingkungan wilayah dan Kecamatan Cisayong pada umumnya.

“Kami himbau ke semua pihak untuk bisa mentaati dan mematuhi regulasi yang ada terutama aset batas Desa.”Paparnya.

Kasus dugaan Tindak Pidana Pengrusakan tanda Batas wilayah Desa yang terjadi di Desa Sukaraharja mencerminkan dinamika kompleks antara kepentingan lahan, tata kelola administrasi, dan potensi konflik sosial.

Pengrusakan tanda batas, seperti patok atau plang, tidak hanya melanggar hukum pidana. Tetapi juga mengganggu administrasi Pemerintahan Desa dan memicu pelanggaran hukum agraria.

Pengrusakan tanda batas Wilayah Desa di Desa Sukaraharja dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal yang relevan adalah Pasal 406 ayat (1) KUHP, yang berbunyi:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi, atau menghilangkan barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus juta rupiah.”

Tanda batas Wilayah Desa, seperti patok atau plang di Desa Sukaraharja, merupakan aset milik Pemerintah Desa atau Negara yang berfungsi sebagai penanda administratif.

Pengrusakan tanda batas ini memenuhi unsur “dengan sengaja” jika pelaku bertujuan mengubah batas wilayah untuk kepentingan pribadi, misalnya menguasai lahan pertanian atau lahan potensial lainnya di wilayah Cisayong yang dikenal subur.

Perbuatan ini juga “melawan hukum” karena bertentangan dengan fungsi tanda batas sebagai alat resmi administrasi wilayah.

Jika pengrusakan dilakukan oleh sekelompok orang, seperti yang sering terjadi dalam sengketa batas di Wilayah Pedesaan Tasikmalaya, maka Pasal 170 ayat (1) KUHP dapat diterapkan:

“Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”

  • Bagikan