Jaman Tasikmalaya Soroti Pinjaman RSUD KHZ Musthafa ke BJB, Givan: Diskresi Rasa Darurat Bunga Rasa Rakyat

  • Bagikan
banner 468x60

Kabupaten Tasikmalaya, tasikraya.com-
DPK Jaman Tasikmalaya soroti polemik pinjaman yang diajukan RSUD KHZ Musthafa ke Bank BJB.

Givan Alifia Muldan Ketua DPK Jaringan Kemandirian Nasional menilai langkah tersebut ibarat “Obat Darurat” dalam literatur keuangan Publik. Seharusnya, hanya digunakan ketika berada diambang “Koma Fiskal”.

Sontak, Givan mengibaratkan penggunaan diskresi kali ini lebih seperti minuman energi: terasa segar sesaat, tetapi menyimpan efek samping yang bisa memicu kolaps sistemik.

Givan melanjutkan, pinjaman tersebut dibungkus dengan narasi menjaga kelangsungan pelayanan, tetapi realitasnya lebih kompleks.

Apalagi, pencairan dilakukan secara bertahap sepanjang 2024, yang menurut Aktivis Muda Tasikmalaya itu menunjukkan betapa manisnya janji likuiditas dibanding pahitnya pengelolaan utang Publik.

Piutang Menggunung, Pinjaman Jadi Opsi

Ungkap Givan, pada 2023 RSUD KHZ Musthafa memiliki piutang sebesar Rp 53 Milyar, dimana sekitar Rp 42 Milyar diantaranya belum dibayarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya.

Kondisi hari ini kata Givan, sangat mengganggu kemampuan operasional Rumah Sakit.

Hal tersebut mengakibatkan pihak manajemen RSUD mengajukan pinjaman dengan plafon Rp 20 Milyar ke Bank BJB untuk menjaga kelangsungan layanan. Langkah tersebut di dasarkan pada Permendagri No. 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan Perbup No. 69 Tahun 2017.

“Kami dari DPK Jaman Tasikmalaya sangat menyayangkan. Kalau bicara efektivitas BLUD, seharusnya bisa memperkuat layanan Publik tanpa menjerat Rumah Sakit dalam utang yang justru berpotensi menimbulkan moral hazard. Kami juga khawatir diskresi ini membuka peluang penyalahgunaan anggaran secara kolaboratif.”Beber Givan, Minggu (10/8/2025).

Risiko Transparansi dan Moral Hazard

Givan melihat jika Bank BJB, Pemkab, dan pihak RSUD tidak transparan, sekalipun alasannya demi pelayanan, maka ruang terjadinya moral hazard semakin lebar. Dia juga mengingatkan, praktik pinjaman yang tidak diawasi ketat rentan menjadi kanal aliran dana yang tidak produktif, apalagi jika kolaborasi para pemangku kepentingan tidak akuntabel.

“Gerakan pinjam sana-sini untuk menambal utang lama adalah bentuk kegagalan sistemik. Kalau RSUD harus mencari pinjaman karena klaim Jamkesda tak dibayar, itu artinya Pemkab menyalahgunakan fleksibilitas desain BLUD bukan untuk berinovasi, tapi hanya bertahan dari masalah arus kas akut.”Ujar Givan.

Ketua DPK Jaman mengkritik keras kecenderungan mengorbankan modal sosial demi menutup utang tanpa solusi struktural.

“Kalau diibaratkan, ini seperti menambal kebocoran dengan plester tipis, bukan memperbaiki celahnya.”Cetusnya.

Drama Kolektif dan Pertanyaan Kewajaran

Givan mempaparkan situasi ini seperti drama kolektif antara Pemkab Tasikmalaya, Pejabat RSUD, dan Bank BJB.

“Kita bayar lebih lambat, pelayanan tetap jalan, ambil pinjaman karena payung hukumnya ada. Tapi, apakah kewajarannya tetap dijaga?.”Tegasnya.

Selain itu, Givan mengingatkan tanda bahaya akan muncul ketika prioritas pengeluaran tidak dipantau ketat. Utang klaim Jamkesda dan BPJS yang menumpuk diganti pinjaman bank, yang pada akhirnya harus dibayar kembali plus bunga.

“Pertanyaannya, siapa yang diuntungkan dari skema ini? Rasanya bukan warga atau stabilitas pelayanan, tapi pihak-pihak yang bisa memainkan keluwesan anggaran sebagai jalan pintas.”Sambung dia.

Desakan Reformasi Sistemik

DPK Jaman Tasikmalaya, Givan mendorong Pemkab menetapkan timeline pembayaran utang yang lebih realistis dan transparan, serta mengharuskan RSUD melaporkan penggunaan dana pinjaman secara rinci.

Givan juga menegaskan, pemanfaatan BLUD harus diarahkan untuk efisiensi layanan, bukan sebagai jalur darurat ke Bank. Mekanisme pengawasan pun harus diperkuat, baik dari DPRD maupun pengawas internal RSUD.

“Perlu intervensi aktif seperti audit rutin, evaluasi pinjaman, dan keterbukaan publik. Terakhir, dari aspek reformasi sistematik, perlu evaluasi prosedur penganggaran Jamkesda untuk menjawab kenapa klaim sebesar itu belum dibayar sejak 2023. Jangan hanya menumpuk utang.”Pungkasnya. (*)

  • Bagikan